(Kisah “Cerita
misteri”, begitulah kami menyebutnya, terjadi 10 tahun silam. Cerita yang dimuat
di buletin pramuka “CIKAL” edisi khusus tahun 2006 ini merupakan flashback “giat
tegak” ambalan SMAN 2 Sigi Biromaru medio 2002 s.d. 2006. Postingan sepenggal cerita ini hanyalah
sekedar mengenang kembali masa-masa indah pramuka SMAN 2 Sigi Biromaru)
Malam terakhir perkemahan pramuka SMANDU Sigi
Biromaru di desa Porame kecamatan Marawola tidak seperti biasanya. Entah
mengapa cuaca dingin menyergap menusuk tulang. Beberapa peserta perkemahan tampak menggigil. Pada hal jaket
tebal plus selimut panjang membalut tubuh mereka. Kak Aris, pembina
pramuka yang terbiasa dengan kondisi ini pun tak kuasa menahan dingin. Beliau
sesekali mendekati perapian untuk sekedar menghalau hawa dingin. Beberapa saker
mengikuti Kak Aris melakukan hal yang sama.
Di langit, bintang-bintang memancarkan cahaya yang
redup. Cukup mengatasi hitamnya malam di lokasi perkemahan. Tak ada tanda-tanda
akan turunnya hujan. Sang awan enggan menampakkan keangkuhannya untuk menutupi
cahaya lemah sang bintang. Namun semilir sang bayu terus menorobos ke dalam
bivak-bivak yang berdinding ranting dari tumbuhan yang diambil di sekitar
perkemahan. Malam pun bertambah dingin.
Sesuai skedul, 45 menit lagi akan ada anjangsana
pos. Baik saker maupun tamu ambalan memanfaatkan waktu istirahat
ini untuk tidur. Piket malam dari saker tetap berjaga-jaga di sekitar
perkemahan.
Sementara
malam terus merambat pelan. Sayup-sayup terdengar lolongan anjing dari
kejauhan. Tiga puluh menit kemudian, Kak
Aris yang sejak tadi tidak dapat memejamkan mata segera memerintahkan piket
malam untuk membangunkan seluruh peserta perkemahan.
“Ayo…… semua bangun!” teriak beberapa saker
yang bertugas jaga. Kesunyian malam mulai terusik dengan suara peserta
perkemahan yang bergegas bangun dari tidurnya. Tapi, ada juga yang tampak malas
bangun.
“Yun, bangunkan semua saker putri,” kata Kak
Aris kepada korlap bagian putri, Kak Yuyun Wiryanti. Anggota pramuka
tingkat bantara itu segera masuk ke bivak putri untuk melaksanakan perintah
dari Kak Aris. Sejurus kemudian, ia kembali.
“Kak, ada yang malas bangun,” lapornya.
“Bangunkan sekali lagi! Jika tetap tidak mau
bangun, biar saya yang bangunkan!” kata Kak Aris serius. Untuk kedua kalinya
Kak Yuyun masuk ke bivak saker putri. Namun, hasilnya tetap nihil.
Mereka tetap bergeming. Kak Yuyun putus asa.
“Kak, mereka tetap tidak mau bangun,” lapornya untuk yang kedua kali.
“Baiklah, mereka harus diberi pelajaran,” jawab Kak
Aris sembari berjalan menuju bivak yang didiami saker putri. Di
tangannya dua botol aqua berisi air. Malam ini bakal ada yang basah
kuyup. Tanpa basa-basi, Kak Aris mulai membuka tutup botol dan segera
menyemprotkan air tersebut ke dalam bivak. Suasana gaduh dalam bivak mulai
terdengar. Kekacauan pun terjadi. Mereka mengira diguyur hujan deras.
“Siapa yang kurang ajar itu?” teriak Ramlah dari
dalam bivak. Ia belum mengetahui siapa yang bikin hujan buatan itu.
“Hei, ada Kak Aris! Cepat bangun!” timpal yang lain
setelah sadar bahwa tidak ada hujan.
“Hah? ada Kak Aris?” bisik Ramlah menyadari
kekeliruannya.
“Cepaaaaat! Berbaris di lapangan!” perintah Kak Aris dengan suara lantang. Mereka
berhamburan keluar. Dinginnya udara tak diperdulikan.
Di lapangan, Kak Hendrik dan Kak Yuyun mengatur
strategi untuk kelancaran kegiatan anjang sana pos. Mereka membagi tugas
untuk saker yang stand by di 10 pos. Pos-pos tersebut
ditempatkan di sepanjang tepi sungai
Porame yang berjarak kurang lebih 50 meter dari lokasi perkemahan. Letaknya
agak ke bawah, dekat kaki gunung Porame. Tiga pos berada di seberang sungai,
yaitu pos 4, pos 8 dan pos 9. Dan masing-masing pos ditunggui oleh tiga orang saker.
Jarum jam menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Tamu
ambalan mulai masuk di pos 1. Teriakan dari saker yang bertugas di
pos 1 menyambut kedatangan para tamu ambalan.
Sementara itu, Kak Aris mondar-mandir dari pos yang
satu ke pos yang lain. Beliau memastikan bahwa semua pos dalam keadaan siap. Ia
memerintahkan setiap pos membuat perapian, agar mudah dikenali.
Suasana malam di tepi sungai itu, riuh dengan suara
bentakan dan teriakan dari saker yang sedang menggembleng para tamu
ambalan. Usai memberi arahan di pos-pos, Kak Aris kembali ke perkemahan. Ia
mengawasi dari tempat yang agak tinggi di lokasi perkemahan. Dengan menggunakan
teropong biasa miliknya, Kak Aris memantau aktifitas di masing-masing pos.
Bantuan cahaya dari perapian di sepuluh pos, aktifitas mereka dapat dipantau
dengan jelas melalui teropong. Teropong diarahkan ke pos 1, terus pindah ke pos
2, pos 3 dan seterusnya. Namun, ketika teropong mengarah ke pos 8 yang letaknya
agak jauh dari seberang sungai, Kak Aris terkejut. Dicobanya mengatur posisi
lensa teropong agar lebih fokus di objek.
“Aneh. Ada sesuatu
di sana,” pikir
Kak Aris. Sebuah benda melayang di atas kepala para saker di pos 8. Bayangan
hitam berbentuk tubuh Manusia, terbang mengitari para penjaga pos
8. Teropong tetap mengarah ke pos 8 untuk waktu yang cukup lama. Bayangan hitam
itu menghilang.
***
Anjang sana
pos berakhir
pada pukul 04.15. Mereka kembali ke perkemahan. Dari saker yang bertugas
diketahui ada beberapa sangga dari tamu ambalan tidak sampai di pos 8.
Mereka beralasan tidak melihat tanda berupa perapian.
“Aneh. Mungkin ada hubungannya dengan kejadian
semalam,” gumam Kak Aris setelah mendapat laporan dari korlap.
“Siapa yang jaga di pos 8,” tanya Kak Aris pada saker.
“Saya,
Kak!” jawab Kak Nurfiana dari barisan paling belakang.
“Adakah yang terjadi di pos 8?” tanya Kak
Aris kembali. Tapi kali ini pertanyaan hanya ditujukan kepada Kak Nurfiana.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Kak Nurfiana mulai curiga. Jangan-jangan Kak
Aris tahu kejadian semalam, pikirnya.
“Kak, kami tidak konsentrasi di pos 8. Kami
ketakutan karena seperti ada yang memata-matai kami,” jelas Kak
Nurfiana dengan mimik ketakutan. Kak
Aris semakin yakin dengan apa yang ia saksikan semalam. Bayangan hitam
menyerupai tubuh manusia, nyata adanya. Ini penampakkan. Yach…. semacam
yang ada di tayangan TPI “gentayangan.”
Setelah
Kak Aris mengetahui bahwa peristiwa yang ia saksikan di pos 8 ada kaitannya
dengan laporan Kak Nurfiana, maka ia menceritakan semua kejadian itu. Kak
Nurfiana yang sejak dari pos 8 merinding ketakutan, mendadak histeris. Peristiwa semalam semakin membuatnya takut.
Pada hal ia tengah berada di kerumunan teman-temannya. Kak Nurfiana menangis sejadi-jadinya. Seandainya ia tahu
keberadaan benda hitam itu semalam, tentu ia lari terbirit-birit meninggalkan
posnya.
***
Usai sudah perkemahan pelantikan tamu ambalan di
kaki gunung Porame. Peristiwa itu menjadi kenangan yang tak terlupakan. Mungkin
banyak yang tidak percaya, tapi bagi anggota gerakan pramuka SMANDU Sigi Biromaru tetap
meyakininya sebagai peristiwa langka penuh misteri.
Porame,
4 Januari 2004
Kisah nyata betulan, Pak? Jadi dulu Pak Aris aktif di Pramuka? KEREN :D
BalasHapushehehe,,,begitulah ceritanya...
Hapussekarang masih aktif jadi pembina, pak?
Hapusiya,,, skarang kepramukaan diwajibkan.
Hapuskembali aktif membina di Madani
yah, jadi iri sama angkatannya adek-adek sekarang :o
Hapus