Menyulut Nasionalisme Anak
Indonesia
![]() |
Foto: Chelsea Islan (kapanlagi.com) |
Jenuh membaca rubrik politik di lembaran koran
Harian Media Indonesia, saya sengaja beralih ke rubrik Selebritas yang sajiannya lebih santai. Di rubrik ini saya terpaku
pada salah seorang aktris Indonesia Chelsea Islan yang saat ini menjadi
pemberitaan di media massa maupun media sosial. Saya pun melahap berita soal
cerita gadis yang bernama lengkap Chelsea Elizabet Islan atau yang karib
disebut Chelsea. Dari gadis manis inilah saya terinspirasi membuat tulisan That Inspire (yang menginspirasi).
Nah, mungkin pembaca bertanya-tanya, apa
yang menjadi pertimbangan saya sehingga Chelsea Islan masuk dalam tulisan perdana saya
dalam That Inspire? Jawabannya, karena
Chelsea seorang yang unik. Saya jatuh “cinta” dengan segala keunikan dari
pemeran film Refrain itu.
Untuk mendapatkan informasi jelas soal Chelsea,
saya pun berselancar di internet. Berbagai lapak daring saya singgahi demi
mendapatkan informasi dari anak keturunan Amerika yang begitu cinta Indonesia. Informasi dari
berbagai media daring itulah yang saya rangkum dalam That Inspire yang ceritanya lebih menitikberatkan kepada sisi rasa
“cinta tanah air” dari seorang putri berkebangsaan Amerika. Sungguh, gadis ini
sudah bikin “malu” saya sebagai orang
Indonesia. Mungkin juga bagi pembaca yang ngaku
anak Indonesia banget, turut merasa “malu” setelah membaca kisahnya.
Seperti apa ceritanya? Yuk, jangan
kemana-mana…
Chelsea Islan
merupakan seorang model dan aktris blasteran Indonesia-Amerika yang lahir di Amerika Serikat, 2 Juni
1995.
Dia pertama kali bermain di film utamanya Refrain yang
diproduksi tahun 2013. Atas kesuksesan Refrain,
dara cantik ini tak
tanggung-tanggung merilis tiga film, Street
Society, Di balik Pintu Istana,
dan Mimpi Sejuta Dolar di tahun 2014.
Film terakhir yang akan dirilis di tahun 2015, Guru Bangsa: Tjokroaminoto. Saat ini Chelsea sibuk dengan drama komedi Tetangga
Masa Gitu, yang tayang setiap hari di salah satu stasiun tv swasta.
Maaf pembaca yang budiman, saya tidak sedang
membicarakan kiprah Chelsea di dunia perfilman. Di sini, fokus saya kepada apa
yang dilakukan seorang Chelsea di luar aktifitasnya sebagai pemain film.
Cinta Indonesia
Yang
menarik bagi saya, betapa aktris belia Chelsea Islan merasa sedih dengan banyaknya
generasi muda Indonesia lebih menyukai budaya asing ketimbang budaya lokal.
Kebudaan asli Indonesia, kata Chelsea, cenderung dilupakan, bahkan ditinggalkan
oleh kaum muda.
Di
tengah gencarnya gempuran budaya luar, tak dinyana telah menyeret sebagian anak
muda Indonesia bergaya hidup ala Hollywood,
K-Popers, Bollywood, harajuku dan lain-lain. Tidak heran kalau anak-anak
Indonesia lebih hafal dengan lagu-lagu Suju, Lady Gaga, atau Taylor Swift
ketimbang lagu nasional apalagi lagu daerah.


Yang
membanggakan dari gadis yang tidak canggung dengan berpakaian batik adalah rasa
optimis terhadap budaya Indonesia. Menurutnya budaya Indonesia masih bisa
bertahan biar pun sekarang budaya asing banyak yang masuk. Kuncinya adalah
campur tangan pemerintah.
Saya
sepakat dengan Chelsea, budaya Indonesia harus tetap menjadi bagian dari hidup
anak-anak Indonesia. Pemerintah melalui Kemendikbud seharusnya memfasilitasi
dan mewadahi kegiatan promosi budaya Indonesia. Dengan memberi ruang yang
seluas-luasnya pada talenta anak muda Indonesia, saya percaya budaya bangsa
kita akan tetap mengakar di negerinya sendiri, Indonesia yang tercinta.
Chelsea
Elizabet
Islan telah menggugah nalar saya atau mungkin juga pembaca. Meskipun bukan asli
Indonesia, tetapi rasa cintanya kepada Indonesia sungguh telah menyentil rasa
“malu” kita sebagai anak asli Indonesia. Iya..”malu”
sebagai anak yang lahir di tanah air Indonesia. Chelsea Elizabet Islan, betapa kamu telah menyulut rasa
nasionalisme saya dan mungkin juga anak Indonesia lainnya.
Setelah
membaca kisah Chelsea yang “bule” ini, seolah saya baru merasakan ternyata saya
sudah “meninggalkan” Indonesia.
Chelsea,
terima kasih sudah “menyadarkan” saya…,
Indonesia,
maafkan saya yang “melupakanmu”….
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar