21.10.14

Madvent, Haruskah ditiadakan?




Madvent VII di Toaya Vunta (2012)
          Sebelum menjawab pertanyaan dari judul postingan di atas, ada baiknya kita tengok sejenak kilasan perjalanan Madani Adventure atau yang populer disebut Madvent. Mungkin banyak yang tidak tahu cerita dibalik lahirnya Madvent, termasuk siswa-siswi yang sudah merasakan “nikmatnya” menjadi peserta dan “bangganya” menjadi alumni Madvent. Apa yang sesungguhnya melatarbelakangi terbentuknya Madvent di SMAN Madani Palu?
          Di tahun kedua berdirinya SMAN Madani, belum ada satupun ekskul yang aktif kecuali OSIS yang terbentuk pada tahun 2006/2007. Waktu itu nama SMAN Madani terasa sangat ekslusif karena berbeda dari nama sekolah negeri lainnya yang mencantumkan nama sekolah berdasarkan urutan angka yang diikuti nama kota. Belum lagi label sekolah bertaraf internasional yang sebenarnya sudah disematkan sejak tahun 2005 saat pertama kali menerima siswa baru. Oleh karena itu, nuansa sekolah ini terkesan “serius”. Prestasi akademik menjadi perhatian utama kepala sekolah dibanding prestasi non akademik kala itu. Tak pelak lagi, prestasi yang mengandalkan kemampuan kognitif menjadi penyumbang trofi terbanyak bagi sekolah favorit yang dibina langsung oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah itu.
Dipicu oleh situasi sekolah yang memiliki siswa-siswi (dua angkatan) yang teramat serius dalam belajar, maka tercetuslah ide dari beberapa orang guru untuk membuat kegiatan yang menarik dan menantang sekaligus mendidik.
Madvet VIII di Toaya Vunta (2013)
Ada tiga jenis ekskul yang waktu itu diwacanakan, yaitu Pencinta Alam, Palang Merah Remaja (PMR), dan Pramuka. Ketiga ekskul tersebut plan-nya dibuat sedikit berbeda dari yang sudah ada di sekolah lain. Sebelum terdaftar pada salah satu ekskul tersebut, calon peserta wajib mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar). Istilah diksar inilah yang menjadi cikal bakal nama Madvent kelak. Tujuan diksar adalah untuk menyeleksi calon peserta yang layak masuk pada salah satu ekskul tersebut.
Diksar pun masuk dalam program unggulan OSIS periode 2006/2007 dengan nama “Pembauran berbagai kegiatan ekstrakurikuler.” Diksar pertama lebih menonjolkan pada kekuatan fisik peserta yang diikuti langsung dua angkatan (angkatan 1 dan 2). Desainnya pun mengarah pada model pencinta alam. Hiking, penjelajahan dan aktifitas pendakian gunung menjadi bagian penting dari kegiatan diksar tersebut.
Menilik dari desain kegiatan yang kental dengan petualangan yang menantang maka pada diksar tahun kedua, nama Madvent dipopulerkan. Sampai tahun 2013, Madvent sudah dilaksanakan sebanyak delapan kali.

  1. Madvent I tahun 2007 di Desa Nupa Bomba Kota Palu
  2. Madvent II tahun 2008 di Desa Nupa Bomba Kota Palu
  3. Madvent III tahun 2009 di Desa Nupa Bomba Kota Palu
  4. Madvent IV tahun 2010 di Desa Oloboju Kabupaten Sigi
  5. Madvent V tahun 2011 di Desa Oloboju Kabupaten Sigi
  6. Madvent VI tahun 2012  (Januari) di Desa Oloboju Kabupaten Sigi
  7. Madvent VII tahun 2012 (November) di Desa Toaya Vunta Kabupaten Donggala
  8. Madvent VIII tahun 2013 di Desa Toaya Vunta Kabupaten Donggala
 Sayangnya, tujuan awal dari diksar tidak pernah kesampaian sampai pelaksanaan Madvent VIII tahun 2013 lalu. Sejak awal berdirinya sekolah ini, ekskul Pencinta Alam tidak pernah terwujud. Demikian pula PMR dan pramuka, baru terbentuk pada 2012.  Itupun peserta kedua ekskul terakhir ini tidak melalui seleksi di Madvent. Madvent seolah-olah telah menjadi ekskul yang berdiri sendiri. Pengurus OSIS seolah sepakat, Madvent ya Madvent. Madvent sudah menjadi ikon SMAN Madani, sehingga jangan dicampur aduk dengan yang lain.
Madvent V di Desa Oloboju (2011)
Dalam perjalanannya dari tahun ke tahun, aktifitas Madvent mulai “kebablasan” dan semakin melenceng jauh dari tujuan awal. Alumni Madvent mulai terjebak pada “lingkaran balas dendam”. Bahkan slogan “jangan mengaku anak madani sebelum masuk Madvent” sering terdengar sebagai motivasi atau ejekan bagi mereka yang ragu-ragu atau takut terlibat dalam kegiatan Madvent.
Selain itu, jumlah siswa baru dari tahun ke tahun selalu bertambah. Itu artinya peserta Madvent semakin bertambah. Banyaknya peserta inilah yang dikuatirkan pihak sekolah akan mengalami kesulitan dalam pemantauan terutama efektifitas kegiatan dan juga keselamatan peserta.
Akhirnya, evaluasi terhadap Madvent dilakukan pihak sekolah. Pihak sekolah menyimpulkan bahwa nilai-nilai karakter berupa disiplin, kepemimpinan, kemandirian dan lain-lain yang sejak awal ditanamkan dalam Madvent “tidak tampak” dalam karakter sehari-hari siswa alumni Madvent. Ada pula alasan lain yang tidak perlu dijelaskan dalam tulisan ini. Puncaknya, melalui rapat dewan guru dan staf TU bersama kepala sekolah pada awal tahun pelajaran 2014/2015, diputuskan secara resmi bahwa Madvent “dibekukan”.
Madvenr V di desa Oloboju (2011)
Truss, apakah Madvent betul-betul ditiadakan? Tidak. Nama Madvent boleh tinggal kenangan, tetapi nuansa Madvent tetap ada. Nuansa Madvent ada pada gagasan SMAdani Scout Adventure (SMASVENT). SMASVENT bukanlah pengganti Madvent. Bagi penulis, Madvent tidak bisa digantikan oleh kegiatan apapun. Namun demikian semua pihak harus paham bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk Madvent yang begitu kita banggakan.
Sekali lagi, SMASVENT bukanlah pengganti Madvent. Formulasi SMASVENT adalah “pengembangan” dari Madvent. Jadi, janganlah menilai terlalu dini, bahwa SMASVENT tidak seru atau tidak pas feel-nya untuk siswa SMAN Madani. Yang berhak menilai adalah mereka yang ikut sebagai peserta SMASVENT, yaitu angkatan 10. Yach, tentu saja setelah mereka mengikuti SMASVENT 1 di awal tahun 2015.
Nah, seperti apa desain SMASVENT? Tunggu saja penjelasan lengkap pada tulisan berikutnya. Salam Madvent, eh maaf… SALAM SMASVENT!!! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar