
Saya yakin, over ekspos media tentang
kamu bukan karena kehebatan penampilanmu menepuk si kulit bundar, melainkan karena
dominasi penampakkan parasmu yang ayu. Cerita tentang artis cantik itu biasa,
tetapi cerita pevoli cantik mungkin tidak biasa. Sehingga dalam dunia
jurnalistik, “artis cantik” sudah menjadi berita basi, tetapi “pevoli cantik”
masih menjadi berita menarik. Itulah yang terjadi padamu, Sabina.
Mengapa saya menulis tentangmu? Jujur,
saya tidak latah mengekor infotainment yang mewartakan kecantikanmu dan juga
penggemarmu yang seabrek itu. Atau para paparazzi yang mengabadikan senyum
manismu agar dipampang di lembaran-lembaran cetak. Saya menulis tentangmu bukan
karena pancaran aura cantikmu atau karena kamu seorang pevoli dari Kazakhstan.
Saya
menulismu karena kamu begitu menyayangi orang yang sudah melahirkanmu di dunia
fana ini. Cerita tentangmu ini semata-mata karena kekaguman saya atas
pengabdian tulusmu kepada kedua orangtuamu.

Sabina
Altynbekova, kamu manusia langka yang pernah ada di muka bumi ini. Popularitas,
paras cantik, jago voli, punya banyak penggemar, tidak kamu pakai “melawan”
orangtuamu meskipun potensi itu ada. Popularitas menurut orangtuamu bisa
merusak mentalmu, sungguh sangat beralasan. Mereka begitu menyayangimu.
Orangtuamu sangat menginginkan kamu fokus pada pendidikan.
Kabar
terakhir yang saya baca, kamu sudah diterima kuliah di jurusan hukum di
Universitas Kazakh di Astana City. Wow, kamu bakal menjadi ahli hukum yang jago
voli atau pevoli yang ahli hukum. Saya ucapkan, Selamat, Sabina.
Sabina,
saya membayangkan, seandainya kamu menjadi pembina pramuka. Saya yakin kamu
pasti suka, karena kamu menyukai kesederhanaan. Saya yakin kamu tidak menolak
tawaran “pekerjaan” menjadi pembina pramuka karena kamu tidak ingin popularitas
apalagi kemasyhuran. Meskipun kamu punya segudang kesibukan, kamu pasti
meluangkan waktu untuk mendidik dan melatih anak-anak pramuka. Itu karena kamu
mencintai pendidikan.
Sabina
Altynbekova, seandainya kamu pembina pramuka, mungkin tidak ada lagi orang yang
mencibir dan merendahkan “pekerjaan” pembina. Mungkin (ya mungkin) tidak ada
yang “mentertawakan” dan “meremehkan” kegiatan pramuka. Mungkin juga saya dan
lainnya sangat bersuka cita menyaksikan teman-teman guru atau siapapun menjadi
pembina.
Dan
yang menggembirakan banyak anggota muda yang bangun dari tidurnya. Akan banyak
yang bergegas ke pangkalan latihan bersamamu, Sabina. Itu karena kesederhanaan
yang membingkai kecantikan dan kecerdasanmu.
“Prok
prok”, tiba-tiba samar terdengar seperti suara tepukan. Saya yakin itu bukan
suara tepuk pramuka, karena hanya terdengar dua kali. Saya kaget ketika seorang
teman menepuk bahu diikuti dengan teriakan, “Ris, sudah waktunya pulang!”.
Ternyata saya tertidur di ruang guru, sesaat setelah membaca berita tentang si cantik
Sabina Altynbekova di Koran Mercusuar. Alhamdullillah ternyata hanya mimpi.
Seandainya ini nyata, sungguh malang nasibmu, Sabina Altynbekova.
Mantap pak Aris
BalasHapussiip
Hapusmantap gan
BalasHapus