“Sekolah
Dilarang Berlangganan Koran” adalah sub judul berita yang tertulis di halaman
24 koran ini (Radar Sulteng), terbitan senin 9 Juni 2014. Penulis terhenyak sejenak sebelum melanjutkan
menelusuri kata demi kata dari keseluruhan isi berita itu. Sempat pula berpikir,
bagaimana sekolah dapat meningkatkan kualitasnya bila dilarang mengakses
informasi. Rasanya sulit membayangkan keberadaan sekolah tanpa akses informasi
di tengah derasnya arus informasi dewasa ini.
Seperti yang diberitakan, sebanyak 12 Media
Cetak atau koran dilarang Inspektorat Kabupaten Buol masuk sekolah untuk
menjadi pelanggan atau mitra. Tim Inspektorat mengintruksikan kepada 19 kepala
sekolah dasar di Kecamatan Bokat untuk tidak boleh berlangganan koran apapun
bentuknya karena merugikan keuangan negara. Akibatnya sekolah terpaksa
menghentikan semua langganan media cetak dan didesak mengembalikan dana yang
sudah dibelanjakan setiap triwulan ke kas negara. Tim Inspektorat Kabupaten
Buol berpendapat bahwa penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk
berlangganan koran tidak dibenarkan karena media cetak atau koran tidak
bermanfaat bagi siswa dan guru.
Masih menurut koran ini, pemboikotan media
massa di Kabupaten Buol mengundang keprihatinan dari sejumlah kalangan. Salah
satunya datang dari Ketua Forum Wartawan Indonesia Buol (FWIB) Muchsin
Siradjudin SH. Dia menjelaskan, tindakan yang dilakukan oleh lembaga itu sangat
bertentangan dengan Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Tindakan ini
menurutnya tidak manusiawi. Informasi pembangunan daerah dan program kebijakan
pemerintah, baik pusat maupun daerah wajib diketahui lapisan masyarakat,
terutama kalangan siswa dan tenaga pendidikan yang mengabdi di daerah
terpencil.
Tidak dipungkiri, koran menjadi sarana
efektif mengubah pola berpikir masyarakat. Sebagai salah satu media, koran dapat
menyajikan informasi beraneka ragam atau kejadian terbaru kepada masyarakat
atau pembaca. Sehingga melalui berbagai tulisan atau pesan yang dimuat di
dalamnya, koran mempunyai andil besar dalam memberikan pendidikan kepada
masyarakat.
Menurut Widodo (1997) koran berfungsi; (1)
To Inform, memberi informasi atau kabar kepada masyarakat atau pembaca. (2) To
Educate, tulisan atau pesan yang dimuat bisa mendidik masyarakat atau audience
pembacanya. (3) To Controle, mempunyai peran memberikan kontrol sosial (social
controle). Tulisan yang dimuat memberikan kontrol sosial, memberikan kritik
yang bersifat membangun yang berguna bagi masyarakat luas. (4) To Bridge,
mempunyai fungsi sebagai penghubung atau menjembatani antara masyarakat dengan
pemerintah atau sebaliknya. Komunikasi-komunikasi yang tidak dapat tersalurkan
melalui jalur atau kelembagaan yang ada bisa disampaikan melalui pers. (5) To
Entertaint, bisa memberikan hiburan kepada masyarakat. Menghibur di sini bukan
hanya dalam pengertian hal-hal yang lucu saja, melainkan juga bisa memberikan
kepuasan-kepuasan, kesenangan-kesenangan, keberhasilan dan lain-lain.
Benarkah
koran tidak bermanfaat bagi siswa dan guru?
Sebagai intitusi pendidikan, sekolah dapat
memanfaatkan koran sebagai media untuk meningkatkan kualitasnya. Menurut
penulis, koran sangat penting bagi sekolah.
Pertama, koran
berperan sebagai media publikasi sekolah kepada masyakarat. Melalui pemberitaan
di koran, masyarakat dengan mudah mengakses informasi berkaitan dengan sekolah.
Segala apa yang dilakukan pihak sekolah dengan mudah diketahui oleh publik
sehingga koran berperan sebagai media kontrol sosial dan masyarakat dapat
memberikan kritik yang bersifat membangun untuk sekolah.
Kedua, koran
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Guru dapat menggunakan koran
sebagai media pembelajaran di kelas. Penggunaan koran sebagai media pembelajaran
dapat mendorong siswa gemar membaca dan berpikir kreatif karena selain
menyajikan berita aktual, koran berisi informasi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi mutahir yang berguna bagi guru dan siswa. Guru dapat memberikan
tugas kepada siswa untuk membuat kliping dengan tema-tema aktual. Dengan
demikian, siswa akan berupaya keras untuk mengumpulkan tulisan yang terkait
dengan tema tersebut.
Ketiga, sebagai
bagian dari pengembangan profesional, seorang guru dapat memanfaatkan media
massa untuk menuangkan ide melalui tulisan. Semakin sering menulis, wawasan
guru semakin luas. Selain itu, karya tulis yang dipublikasikan di media massa
mendapat tambahan poin angka kredit untuk kenaikan pangkat atau jabatan
fungsional guru.
Keempat, membaca
koran dapat menambah wawasan berpikir, peka terhadap kondisi sosial masyarakat,
meningkatkan daya kritis siswa sehingga menjadi wahana pembelajaran yang
berharga untuk masa depannya. Koran juga bisa menjadi sarana untuk menuangkan
ide-ide kreatif siswa, seperti menulis cerpen atau puisi.
Kelima, siswa
dapat memanfaatkan koran sebagai media belajar bahasa jurnalistik. Siswa yang
bercita-cita menjadi penulis atau wartawan dapat mengasah bakat jurnalistik
melalui tulisan-tulisan koran, sehingga kelak dapat membuat tulisan opini,
berita, reportase, dan sebagainya.
Melihat betapa pentingnya koran bagi
sekolah, maka sudah sewajarnya pemerintah memfasilitasi dan memberikan bantuan
dana bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas guru dan siswa melalui kemudahan
akses informasi. Oleh karena itu, regulasi yang terkait dengan penggunaan dana
BOS khususnya komponen pembiayaan pengembangan perpustakaan perlu penafsiran
yang jelas.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan nomor 101 tahun 2013 tentang petunjuk teknis penggunaan dan
pertanggungjawaban keuangan dana BOS tahun anggaran 2014, bahwa salah satu
komponen pembiayaan dana BOS untuk pengembangan perpustakaan sekolah adalah
langganan publikasi berkala. Koran sebagai media publikasi seyogyanya termasuk
dalam item ini.
Aris Arianto, Dimuat di Harian Radar Sulteng 11/6/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar