Tahun
2014 merupakan tahun politik. Dua perhelatan politik lima tahunan akan digelar
di negeri ini. Pemilu Legislatif (Pileg) yang digelar pada 9 April 2014 dan
Pemilu Presiden (Pilpres) yang akan dilangsungkan pada Juli 2014. Euforia pesta
demokrasi semakin terasa menjelang hari pencoblosan. Aroma persaingan antar
parpol dan calon legislatif makin terasa menjelang akhir masa kampanye. Suasana
berbeda jika kita menengok aktifitas siswa SMA atau sederajat khusus siswa
kelas akhir yang sebentar lagi menghadapi Ujian Nasional pada 14 s.d. 16 April
2014. Seolah mereka tidak terpengaruh dengan hiruk-pikuk pesta demokrasi yang menentukan
masa depan bangsa ini untuk lima tahun
ke depan. Padahal sebagian besar dari mereka telah memiliki hak pilih
(pemilih pemula). Mereka memilih lebih
fokus pada persiapan UN daripada membahas masalah yang berhubungan dengan
Pemilu. Peserta UN SMA atau sederajat tahun ini yang juga diprediksi sebagai pemilih
pemula sebanyak 3.031.623 dengan rincian untuk SMA/MA dan SMALB sebanyak
1.644.352, SMK/MAK 1.184.744 dan Paket C
202.527.
Bagi
siswa yang telah memiliki hak pilih (pemilih pemula), tahun ini merupakan tahun
yang bermakna ganda karena pada tanggal yang disebutkan di atas, mereka akan
menentukan nasib masa depan bangsanya sekaligus masa depannya sendiri. Salah
pilih calon legislatif (caleg) dapat membuat masa depan bangsa ini semakin tidak
terarah, sedangkan salah pilih jawaban soal UN dapat berakibat pada perolehan nilai
yang kurang bahkan mungkin lebih fatal lagi tidak lulus UN.
Minus Pendidikan Karakter
Berbagai
pemberitaan media massa, kita menyaksikan sepak terjang sebagian partai politik
dan calegnya membuat kita miris. Berita tentang pelanggaran kampanye partai
politik seolah-olah tidak ada habisnya tersaji di hadapan kita. Berbagai
pelanggaran dipertontonkan secara vulgar kepada masyarakat. Mulai dari politik
uang, kampanye dengan melibatkan anak-anak, saling tuding, saling menjatuhkan
antarparpol atau antar elit politik mewarnai panggung demokrasi kita. Belum
lagi biaya kampanye para caleg yang begitu mahal, mendorong mereka menghalalkan
segala cara untuk meraup suara sebanyak mungkin dari pemilih. Jika terpilih
maka yang terpikirkan adalah bagaimana cara mengembalikan uang yang digunakan
saat kampanye. Jalan menuju pintu korupsi pun dengan mudah dimasuki. Jika
demikian adanya, maka pileg telah mendidik masyarakat untuk toleran terhadap perilaku
negatif.
Bagaimana
dengan UN? Agenda tahunan yang satu ini tidak kalah menariknya untuk
diperbincangkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian sekolah melakukan
ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN. Pelanggaran demi pelanggaran mewarnai
pelaksanaan UN tahun sebelumnya, mulai dari budaya contek-menyontek, pembiaran penggunaan HP selama
ujian, jual beli kunci jawaban, hingga pembentukan tim suksesi ujian nasional.
Anehnya, orang yang menegakkan kejujuran dalam UN mendapat perlakuan yang tidak
manusiawi. Masih kental diingatan kita kasus Ibu Siami dari Surabaya dan Ibu Irma Winda Lubis dari Jakarta. Ibu
Siami melaporkan bahwa anaknya, Alif, diintimidasi guru-gurunya karena menolak
memberi jawaban kepada teman-temannya di SDN Gadel 2 Surabaya. Sedangkan Ibu
Irma melaporkan kejadian serupa pada SDN Pesanggrahan 6 Jakarta.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan UN telah menodai tujuan
luhur pendidikan nasional kita.
Apa yang dipertontonkan pelaku pendidikan dalam pelaksanaan UN yang tidak jujur
akan berdampak pada pembentukan karakter bangsa. Perilaku menyimpang berupa
korupsi, kolusi dan nepotisme sebenarnya juga berawal dari ketidakjujuran ini. Para
koruptor pada hakekatnya adalah orang-orang yang tidak jujur. Orang yang jujur
tidak akan melakukan praktek korupsi.
Tidak
ada bedanya dengan pileg, karut marut pelaksanaan UN secara tidak langsung mendidik
bangsa ini untuk toleran terhadap perilaku atau budaya menyontek yang juga merupakan
cikal bakal merebaknya budaya korupsi kemudian hari.
UN
sesungguhnya adalah ujian kejujuran. Akan tetapi, manakala dari
pelaksanaannya itu justru melahirkan sikap tidak jujur, baik dari siswa, kalangan
guru, kepala sekolah, maupun pejabat yang mengurus pendidikan, maka dengan
lantang kita mengatakan UN lebih baik ditiadakan. Membangun kejujuran lebih
penting dari sekedar ujian nasional. Siswa
yang akan mengikuti UN, harus mempersiapkan diri lebih maksimal dalam belajar.
Bukan saja mencapai nilai yang ditetapkan dalam kriteria kelulusan namun untuk sebuah
prestasi kejujuran.
Sebenarnya
tujuan pemerintah melaksanakan UN sangat baik. Ini tercermin dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa UN
bertujuan; (1) Menilai pencapaian Standar kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu, (2) Untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan
pendidikan, (3) Sebagai dasar seleksi masuk jenjang berikutnya, (4) Sebagai
penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, dan
(5) Sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Demikian
pula pileg dan pilpres diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat,
wakil daerah, dan presiden dan wakilnya serta untuk membentuk pemerintahan yang
demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu kampanye yang dilakukan partai politik dan calegnya untuk
merebut simpati rakyat mestinya kampanye cerdas dan jujur. Kampanye cerdas dan
jujur lebih fokus pada pemaparan visi, misi dan programnya ketimbang mengumbar
janji-janji palsu dan saling menjatuhkan. Kampanye cerdas dan jujur lebih
berperan sebagai sarana pendidikan politik masyarakat, disamping tidak
mengganggu ketertiban masyarakat dan ketertiban lalu lintas.
Kita semua berharap, Pemilu
dan UN 2014 ini dapat dijadikan momentum bagi kebangkitan
kaum muda (pelajar) dan wakil rakyat yang bermartabat dan berkualitas serta jujur
dalam membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik.
Catatan :
Artikel ini telah dimuat di Koran Harian Radar Sulteng 05 April 2014
Artikel ini telah dimuat di Koran Harian Radar Sulteng 05 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar